• Washington DC
Follow Us:

Harapan Etnis Uyghur: Kebebasan Beragama atau Kemerdekaan?

Etnis Uyghur adalah kelompok etnis Turkic yang mayoritasnya beragama Islam dan tinggal di wilayah Xinjiang, China. Secara historis, wilayah ini memiliki nama Turkistan Timur sebelum dikuasai oleh pemerintahan Tiongkok pada awal abad ke-20. Dalam beberapa dekade terakhir, Uyghur menghadapi serangkaian kebijakan yang semakin ketat dari pemerintah Tiongkok, yang diklaim sebagai upaya untuk melawan terorisme dan separatisme. Namun, bagi Uyghur, kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap identitas etnis dan agama mereka. Di tengah situasi ini, muncul dua harapan utama dari masyarakat Uyghur yaitu kebebasan beragama atau kemerdekaan

Kebebasan Beragama: Inti dari Identitas Uyghur

Islam merupakan bagian integral dari identitas etnis Uyghur. Dari cara hidup sehari-hari, makanan, hingga pakaian, agama Islam membentuk kerangka sosial dan budaya masyarakat Uyghur. Di Xinjiang, masjid-masjid dan sekolah-sekolah Islam yang dulunya berfungsi sebagai pusat kehidupan komunitas kini semakin dibatasi. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul laporan-laporan tentang penutupan masjid, larangan terhadap simbol-simbol agama seperti jilbab dan jenggot panjang, serta pembatasan ibadah seperti puasa Ramadan. Pendidikan agama bagi anak-anak juga dipersulit, sementara pengawasan ketat diterapkan terhadap praktik-praktik keagamaan lainnya.

Kebebasan beragama menjadi salah satu tuntutan utama dalam menghadapi represi bagi etnis Uyghur. Mereka menginginkan hak untuk menjalankan agama mereka tanpa campur tangan pemerintah. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Beijing dianggap sebagai ancaman langsung terhadap keberlangsungan identitas Islam Uyghur. Banyak di antara mereka percaya bahwa dengan kebebasan beragama, mereka dapat mempertahankan warisan budaya dan spiritual mereka.

Namun, kebebasan beragama bagi Uyghur bukan hanya tentang ritual keagamaan; itu juga terkait dengan hak asasi manusia. Banyak laporan dari organisasi internasional menunjukkan bahwa ratusan ribu hingga jutaan Uyghur telah ditahan di kamp-kamp “re-edukasi” yang dijalankan oleh pemerintah Tiongkok. Di sana, mereka dipaksa untuk meninggalkan agama mereka dan mengadopsi pandangan ideologi yang diinginkan pemerintah. Beberapa laporan juga menyebutkan adanya pemaksaan sterilisasi, pelecehan, hingga tindakan keras lainnya yang ditujukan untuk menghancurkan identitas Uyghur. Maka dari itu, bagi Uyghur, kebebasan beragama juga berarti kebebasan dari pengawasan dan intervensi negara yang berlebihan.

Harapan Kemerdekaan: Jalan Menuju Kebebasan ?

Sementara kebebasan beragama merupakan tuntutan yang utama, ada juga sebagian kalangan Uyghur yang menginginkan kemerdekaan dari Tiongkok. Mereka berargumen bahwa hanya melalui kemerdekaan, Uyghur bisa mendapatkan kebebasan sejati, termasuk kebebasan beragama. Sejarah panjang Uyghur dalam memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan asing memberi dasar bagi keinginan ini. Turkistan Timur, yang saat ini dikenal sebagai Xinjiang, pernah mengalami beberapa kali pemberontakan melawan kekuasaan asing, termasuk dinasti Qing dan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

Gerakan separatisme ini seringkali dibingkai oleh pemerintah Tiongkok sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional. Namun, bagi sebagian Uyghur, kemerdekaan adalah cara untuk melindungi hak-hak mereka yang dianggap terancam oleh kebijakan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa selama Xinjiang berada di bawah kendali Beijing, kebijakan-kebijakan yang dianggap menindas akan terus berlanjut, dan kebebasan beragama serta hak asasi mereka akan selalu berada di bawah ancaman.

Namun, perjuangan untuk kemerdekaan menghadapi tantangan yang sangat besar. Pemerintah Tiongkok memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang sangat besar, sementara Uyghur, meskipun memiliki dukungan dari diaspora internasional, masih merupakan kelompok minoritas yang relatif kecil. Selain itu, pemerintah Tiongkok secara konsisten menolak dialog tentang kemerdekaan atau otonomi penuh bagi wilayah Xinjiang. Mereka menilai bahwa setiap upaya untuk memperjuangkan kemerdekaan akan dianggap sebagai separatisme dan terorisme, yang harus diberantas dengan cara apapun.

Kebebasan Beragama atau Kemerdekaan: Mana yang Lebih Realistis ?

Pertanyaan apakah etnis Uyghur seharusnya lebih fokus pada perjuangan untuk kebebasan beragama atau kemerdekaan adalah isu yang kompleks. Di satu sisi, kebebasan beragama dianggap sebagai hak asasi yang diakui secara internasional. PBB, Human Rights Watch, dan Amnesty International telah berulang kali menyerukan kepada pemerintah Tiongkok untuk menghentikan kebijakan penindasan terhadap Uyghur dan menghormati hak-hak mereka untuk menjalankan agama. Dalam konteks internasional, advokasi untuk kebebasan beragama lebih mungkin mendapatkan dukungan luas daripada perjuangan untuk kemerdekaan, yang sering kali dibingkai sebagai ancaman terhadap integritas teritorial suatu negara.

Di sisi lain, ada kalangan yang percaya bahwa selama Xinjiang tetap di bawah kendali Beijing, kebebasan beragama tidak akan pernah terwujud sepenuhnya. Mereka berargumen bahwa perjuangan untuk kemerdekaan, meskipun sulit satu-satunya jalan menuju kebebasan sejati. Namun, upaya ini menghadapi tantangan besar, tidak hanya dari pemerintah Tiongkok tetapi juga dari komunitas internasional yang cenderung mendukung keutuhan wilayah negara daripada mendukung gerakan separatisme.

Dalam hal ini, mungkin jalan tengah yang lebih realistis adalah memperjuangkan otonomi yang lebih besar bagi wilayah Xinjiang, seperti yang diharapkan oleh beberapa pemimpin Uyghur moderat. Dengan otonomi yang lebih besar, Uyghur mungkin bisa mendapatkan kendali lebih besar atas kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi identitas budaya dan agama mereka, tanpa harus terlibat dalam perjuangan yang lebih luas untuk kemerdekaan penuh.

Memperjuangkan otonomi yang lebih besar untuk wilayah Xinjiang bisa menjadi jalan tengah yang lebih realistis bagi sebagian pemimpin Uyghur moderat. Dengan otonomi yang lebih luas, mereka mungkin bisa mendapatkan kontrol yang lebih besar atas kebijakan lokal, termasuk yang menyangkut pendidikan, kebebasan beragama, serta pelestarian budaya dan bahasa Uyghur. Pendekatan ini menawarkan alternatif yang lebih pragmatis daripada perjuangan untuk kemerdekaan penuh, yang sangat sulit dicapai mengingat kekuatan politik dan militer pemerintah Tiongkok.

Otonomi yang lebih besar memungkinkan masyarakat Uyghur mengatur urusan internal mereka tanpa sepenuhnya terpisah dari Tiongkok, mirip dengan model otonomi yang diberikan kepada wilayah Tibet atau Hong Kong di masa lalu. Dalam skenario ini, pemerintahan lokal di Xinjiang bisa mendapatkan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan tradisi dan keyakinan mereka, termasuk kebijakan tentang praktik keagamaan dan pelestarian bahasa serta budaya Uyghur.

Dengan adanya otonomi, pemerintah pusat Tiongkok tetap memegang kontrol atas keamanan dan kebijakan luar negeri, sementara pemerintah daerah Xinjiang bisa mengelola urusan-urusan domestik, termasuk pendidikan agama dan penggunaan bahasa Uyghur di sekolah-sekolah. Hal ini berpotensi menurunkan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat Uyghur, serta mengurangi represi terhadap identitas agama dan budaya mereka.

Namun, tantangan dari pendekatan ini tetap besar. Kebijakan pemerintah Tiongkok yang semakin ketat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa Beijing tampaknya tidak bersedia memberikan otonomi yang signifikan kepada wilayah yang dianggap strategis secara ekonomi dan politik. Selain itu, pemerintah pusat mungkin khawatir bahwa memberikan otonomi lebih luas kepada Xinjiang bisa mendorong gerakan separatis di wilayah lainnya.

Meskipun demikian, jika ada ruang untuk dialog dan kompromi, otonomi yang lebih besar dapat menjadi solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak memungkinkan Uyghur untuk melestarikan identitas mereka sambil tetap berada dalam kerangka negara Tiongkok.

___

Tulisan ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Harapan Etnis Uyghur: Kebebasan Beragama atau Kemerdekaan?”, Klik untuk baca: https://www.kompasiana.com/adlan11737/66fe135a34777c4d99364412/harapan-etnis-uyghur-kebebasan-beragama-atau-kemerdekaan?page=2&page_images=1

Penulis: Adlan Almilzan Athori

Post navigation

Copyright Center for Uyghur Studies - All Rights Reserved